GEMBALA
YANG MENJADI BERGUNA BAGI TUHAN DAN SESAMA
A. Hakikat
penggembalaan
Istilah
penggembalaan atau pastoral bisa mengacaukan kalau pemakaiannya itu hanya
berdasarkan istilah gembala karena pada zaman sekarang ada bermacam-macam
gembala. Ada gembala menjadi harimau, ada gembala yang money politic; baik itu
dalam gereja maupun dalam ruang lingkup masyarakat lainnya.
Ada
ungkapan inggris : The eyes of the master makes the hores fat. Maksud dari
ungkapan ini adalah betapa pentingnya pengamatan pemimpin itu untuk memajukan
yang lain oleh karena kasih. Dalam kaitan penggembalaan, kasih dari gembala
membuat dia proaktif melakukan hal-hal yang bersifat penggembalaan atau
pastoral. Justru inilah yang langka di Indonesia. Penggembalaan itu sering
dilihat bersifat kejam atau bersifat peraturan-peraturan, padahal gembala harus
mengayomi karena kasih. Hamper dapat dikatakan tidak ada satupun pemimpin yang
jujur. Istilah pengembalaan itu juga sudah disamarkan oleh keadaan sekarang.
(penggembalaan hal-hal yang pastoral;pdt Dr EP Gintings; jurnal info media,
bandung, 2008 hal 11).
Dari
sudut praktis pengembalaan yang kita bicarakan ialah seelsorge (Belanda), atau
zielzorg (Jerman), atau pastoral care (Inggris) atau istilah Yunani Poimen
yaitu pelayanan pengembalaan secara umum yang mencakup kehadiran, mendengar
kehangatan, dan dukungan praktis dari gembala terhadap warga jemaat. Istilah
Seelsorge tidak pernah disamarkan. Seel artinya nous atau jiwa, Sorge artinya
pengurusan yang selalu dalam arti positif yang tidak bisa diselewengkan oleh
keadaan sekarang. Jiwa selalu dalam arti inti keutuhan manusia yang bersifat
holistik. Gembala yang memelihara, merawat, dan membimbing kawanan domba. Jadi
istilah penggembalaan berarti hal-hal yang berhubungan dengan tugas-tugas
gembala atau perihal menggembalakan.
B. FONDASI
TEOLOGIA PENGGEMBALAAN
Penggembalaan
adalah bagian integral dari teologis praktis. Melalui pelayanan penggembalaan
orang-orang kudus kepunyaan Allah menerima pengajaran Firman Allah dalam arti
luas agar mereka diperlengkapi, dibimbing, dan didampingi dengan hal-hal yang
bersifat pastoral dan hidup sesuai dengan kehendak Tuhan menyangkut pribadi,
keluarga, dan sebagai warga jemaat (Yoh 10, Mat 28:19, Ef 4:11, 2 Timotius, Rom
12:1-8). Fondasi teologis dari penggembalaan adalah Allah sebagai gembala,
Yesus sebagai Gembala yang baik, gereja sebagai gembala dan orang percaya
sebagai gembala bagi sesamanya.
C. PANGGILAN
MENJADI GEMBALA
Tugas
utama gembala adalah mengurus jiwa manusia dalam arti manusia seutuhnya.
Manusia selalu dilihat sebagai manusia seutuhnya dengan lima bidang gerak hidup
manusia yaitu gerak hidup rohani, pikiran, emosi, kemauan, fisik, dan kelima
bidang ini saling mempengaruhi dan rohani sebagai intinya. Penggembalaaan atau
pastoral care adalah gembala yang mau memperdulikan, mau mengurus orang lain,
gembala yang memperdulikan orang lain bukan berarti gembala yang ketinggalan
zaman disbanding dengan gembala-gembala yang mencari uang (Mat 6:33).
Seperti
sudah disebut sebelumnya, kemungkinan melakukan penggembalaan selalu
berdasarkan panggilan Allah sendiri menjadi gembala. Seorang gembala hanya oleh
karena pemilihan Allah (vocation interna) dan juga menurut gereja dan
denominasi tertentu (vocation externa). Banyak istilah yang dipakai dalam
Alkitab untuk menerangkan orang-orang yang bertanggungjawab dalam pelayannya
baik dalam zaman PL (Orang Israel) dan zaman PB (Yesus Kristus) ataupun zaman
sesudah itu. Dalam PL Panggilan sebutan; nabi, raja, hakim, penjaga, gembala
yang berfungsi mengarahkan bangsa Israel agar hidup lebih baik. Allah diimani
sebagai gembala (kej 49:24, Maz 23). Pada zaman Yesus dan sesudahnya
sebutan-sebutan murid-murid, rasul, guru, penilik (overseer), gembala (pastor),
semuanya dilihat dari segi gembalanya, namun mereka berbeda sesuai dengan kondisi cirri khas mereka. Kita
menyebut namanya sebagai gembala itu akan menjadi baik (sukses) jika orang yang
melaksanakannya itu baik sesuai dengan nama yang di emban.
D. KUALIFIKASI
SEORANG GEMBALA
Dasar
kualifikasi dalam Alkitab diambil dari I Timotius 3:1-7; Titus 1:6-9. Dalam
mempertimbangkan seorang untuk menjadi gembala atau pendeta harus ditinjau dari vocation interna dan
vocation externa. Jika ada seorang gembala yang tidak memenuhi kualifikasi-kualifikasi
menjadi gembala, tidaklah berarti bahwa ia tidak boleh berpartisipasi dalam
pelayanan gereja termasuk penggembalaan, karena pada prinsipnya semua orang
percaya juga harus aktif menggembalakan sesamanya (Mat 18:15-20) karena Tuhan
memberikan karunia atau talenta bagi setiap orang percaya.
Adapun
kualifikasi-kualifikasi seorang gembala adalah:
1. Memiliki
kerinduan untuk melayani dan kepekaan terhadap panggilan Allah (1 Tim 1:12).
2. Tidak
bercacat cela, suami dari satu istri, dapat menahan diri, bijaksana (self
control), sopan (respectable), suka memberi tumpangan, cakap mengajar (1 Tim
3:2).
3. Bukan
peminum, bukan pemarah tapi peramah, bukan hamba uang (1 Tim 3:3).
4. Kepala
keluarga yang baik (3:4), harus punya nama baik (3:7), dll.
E. BAHAYA-BAHAYA
DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER GEMBALA
Secara
signifikan peringatan yang diberikan kepada para gembala (pendeta atau pastor)
sangat jelas diwaspadai sebagai berikut:
1. Menjauhkan
diri dari cinta akan uang (kel 18:21, 1 Tim 6:10-11, 1 Ptr 5:2).
2. Menjauhkan
diri dari immoraliatas dan keinginan-keinginan jahat (2 Tim 2:22).
3. Menjauhkan
diri dari perkara yang sia-sia (2 Tim 2:23).
4. Jangan
mengabaikan karunia rohani dalam arti luas (1 Tim 4:13; 1 Tim 1:3-4).
5. Jangan
tinggi hati (1 Ptr 5:3-4), jangan mempromosikan diri sendiri tapi Kristus (2
kor 4:3-6).
6. Jangan
mengandalkan usaha sendiri (2 kor 3:4-5, 1 kor 2:1-5).
7. Jangan
sombong ( 1 kor 10:11-13), tidak sesat tentang pengajaran dalam kotbah, ajaran
(2 Tim 2:16).
8. Jangan
menimbulkan kekacauan atau perpecahan dalam gereja (2 Tim 2:23-25), dll
Selain
hal- hal di atas kita dapat belajar dari Dr. Peter wongso mengenai bahaya yang
mengubah karakter gembala dan hamba Tuhan.
A. Profesionalisme
Seorang
pendeta berkata” seorang hamba Tuhan akan menghadapi suatu kenyataan yang
menakutkan. Ketika ia sibuk melakukan pekerjaan Tuhan atau sering masuk ke
tempat “suci” maka perasaan kesuciannya makin lama makin hilang. Mereka
seringkali sibuk dengan perkara rohani, tetapi mereka sendiri tidak rohani.
Mereka seperti rambu-rambu lalu lintas yang bisa menunjukan jalan tetapi tidak
bergerak untuk melaksanakannya. Mereka adalah batu petunjuk jalan (mati) tidak
sebagai orang yang menunjukkan jalan, tahu bagaimana menunjukan kepada orang
lain jalan yang patut diturut, tetapi mereka tidak menempatkan diri di jalan
itu. Pada saat ia membaca Alkitab ia tidak menggali sendiri untuk makanan
rohaninya, tujuannya membaca Alkitab hanya untuk menyiapkan sebuah naskah
kotbah. Doanya dihadapan umum dengan kata-kata yang tersusun rapi tetapi pada
waktu tidak dilihat orang, ia tidak berdoa dan sembarangan berdoa, atau berdoa
tetapi tidak mempercayai apa yang ia doakan. Terhadap pendeta semacam ini Tuhan
telah berfirman supaya mereka bertobat, bila tidak ia akan dibuang.
,
tahu bagaimana menunjukan kepada orang lain jalan yang
patut
diturut,
tetapi mereka tidak menempatkan diri di jalan itu. Pada saat ia membaca Alkitab
ia tidak menggali sendiri untuk makanan rohaninya, tujuannya membaca Alkitab
hanya untuk menyiapkan sebuah naskah kotbah. Doanya dihadapan umum dengan
kata-kata yang tersusun rapi tetapi pada waktu tidak dilihat orang, ia tidak
berdoa dan sembarangan berdoa, atau berdoa tetapi tidak mempercayai apa yang ia
doakan. Terhadap pendeta semacam ini Tuhan telah berfirman supaya mereka
bertobat, bila tidak ia akan dibuang.
B. Congkak
Di
dalam hati ada kecongkakan (merasa pengetahuan rohaninya sangat luas atau lebih
berbakat daripada orang lain). Sehingga pada waktu berdoa, berkotbah atau
bercakap-cakap sering mengucap kata-kata yang merendahkan atau menegur orang
lain.
C. Dengki
Merasa
tidak puas, tidak senang, tidak dapat bersukacita dengan orang yang
bersukacita, ketika melihat orang lain diberkati atau lebih baik.
D. Mengasihi
diri sendiri
Dalam
menganalisis pendeta-pendeta yang mengasihani diri sendiri, Pdt Steward
berkata: pekerjaan yang terlalu menggunakan pikiran dapat menjadi seseorang
kehilangan tekad dan semangat. Terlebih lagi ketika tidak melihat hasil dari
pekerjaannya atau terkena godaan kenamaan dunia atau selalu menjadi bawahan
atau merasa kesepian, semua ini dapat menjadikan orang tersebut mengasihani
diri sendiri.
E. Uang
v Penyebab
krisis atau masalah
1. Menuntut
kesenangan dan kenikmatan jasmani, menuntut kemuliaan yang fana.
2. Tidak
dapat mengatur keuangannya dengan baik. Tidak memperhitungkan berapa pemasukan
dan pengeluarannya, tidak mau membuat anggaran terlebih dahulu.
3. Tekanan
keluarga, istri memboroskan uang dengan hal-hal yang mewah
4. Sembarangan
meminjam uang namun tidak bertanggungjawab.
v Cara
mengatasi
1. Harus
memisahkan keuangan umum dan uang pribadi.
2. Membuat
laporan keuangan bulanan, serta harus ada kwitansi sebagai panduan.
3. Tidak
boleh memalsukan laporan keuangan serta bertanggungjawab pada Tuhan dan pada
sesama.
F. Hubungan
antara Pria dan wanita
v Penyebab
kegagalan adalah: sering berhubungan dengan orang berlawan jenis, memberi
kesempatan untuk tergoda, kurang memiliki kemampuan untuk menahan diri, tidak
mengetahui kerusakan dan kemunafikan manusia, berduan terus serta rasa percaya
diri terlalu kuat.
v Cara
menahan diri adalah: memelihara jarak dengan lawan jenisnya, tidak boleh
berduaan dalam jangka waktu yang panjang, tidak boleh sembarangan menerima
hadiah, tidak boleh sendirian mengadakan perkunjungan, dan harus senantiasa
memohon pertolongan Tuhan memelihara dan menyelidiki orang menyalibkan hawa
nafsu.
Menurut Michael mengenai hal ini sehubungan dengan tugas
gembala sebagai pengkotbah, beberapa hal yang membuat kasih seorang gembala
menjadi pudar terhadap Tuhan dan sesama, sehingga menjadi bahaya bagi diri
sendiri dan orang lain.
a.
Keinginan
Daging: yang menjadi pokok permasalahan bukan saja keinginan daging untuk hawa
nafsu, melainkan juga pengkotbah menerima kemuliaan untuk dirinya sendiri dan
bukan untuk Allah. Pengkotbah yang berhasil semuanya karena kuasa Tuhan dan
pertolongan dan Roh kudus. Kerap kali pendeta mengatakan “puji Tuhan ini untuk
kemuliaan Tuhan”, sesungguhnya yang mengetahui ucapan itu adalah pribadi
seseorang dan Tuhan, apakah ia bersungguh hati mengatakannya.
b.
Keinginan
mata: keinginan mata ini menyangkut tentang pendeta yang keinginan matanya
berhubungan dengan seksual, finansial, pujian orang lain, dll.
c.
Keangkuhan
hidup: ketika sudah menjadi mapan seorang gembala akan merasa sombong. Pelayan
Tuhan tidak terpanggil karena ia “besar”, tetapi karena ia dikuatkan dan
dibesarkan oleh Tuhan. bagaimanapun, kerendahan hati pengkotbahlah yang
memungkinkan kesuksesannya.
G.
TEKAD
SEORANG PENGGEMBALA “UNTUK
MENJADI ORANG YANG BERGUNA BAGI
TUHAN DAN SESAMA” II Timotius 2: 22
Setiap
rumah dilengkapi dengan berbagai perabot yang dibagi dengan perabot yang dari
emas dan perak untuk keperluan mulia dan yang terbuat kayu untuk keperluan yang
kurang mulia. Hal ini sepertinya mengarah pada pengajar yang benar dan yang
palsu. Rumah ini digambarkan sebagai rumah Allah. Hal yang mengenai seseorang
menyucikan dirinya diperluas menjadi tiga ungkapan yaitu dikuduskan
(dikhususkan secara permanen), layak untuk dipakai (melayani) tuannya, dan
disediakan untuk pekerjaan yang mulia. Tidak ada kehormatan yang lebih tinggi
yang dapat dibayangkan daripada menjadi alat dalam tangan Yesus, selalu
tersedia bagi dia untuk kelanjutan maksud-maksudNya, selalu siap pakai setiap
kali ia dibutuhkan bagi pelayananNya. Tuan rumah itu hanya mengajukan suatu
syarat perabot yang dipakainya itu harus bersih, yang dituntut yaitu penyucian
diri.
Dalam
terjemahan RSV Apo Touton tidak diterjemahkan dengan “dari hal-hal yang jahat”
melainkan dari yang hina, yang dimaksud perabot yang hina. Namun sebenarnya hal
ini menyangkut supaya kita menjauhi pengajar-pengajar palsu seperti Himeneus
dan Fletus yang menolak beberapa dasar injil (I Tim 1:19-20) dan telah
mencampurkan hati nurani mereka, sehingga terjerumus dalam kejahatan, yang
dijahui bukan saja kontak dengan mereka tetapi juga dari kekeliruan mereka dan
kejahatan mereka yaitu kemurnian dalam ajaran mereka dan kemurnian dalam
kehidupan mereka, sehingga dengan menjahui itu dapat dipakai sebagai alat
Kristus.
Yang paling dititik beratkan dalam Alkitab ialah bahwa
Allah memilih perabot yang bersih itu untuk dipakai, jelaslah bahwa dalam
peringatan Paulus kepada Timotius, Timotius harus menyucikan diriNya supaya
berguna untuk Tuhan dan sesama. Seruan tegas Paulus dikatakan sebagai positif
dan negatif. Dikatakan negatif, ia harus menjahui nafsu muda, hal ini tidak
boleh diartikan sebagai eklusif sebagai nafsu seksual belaka, melainkan
mencakup juga kecongkakan dan kecenderungan memanjakan diri sendiri, egois,
keras kepala, kesombongan dll. Dikatakan positif bahwa Timotius harus mengejar
4 ciri khas orang kristen yaitu keadilan, kesetiaan, kasih dan damai dan
mengejar ini dalam persekutuan kelompok orang baik, kelompok mereka yang mau
hidup dekat kepada Tuhan dengan hati yang murni. Artinya, mereka yang sama
seperti Timotius haus akan keadilan dan yang dengan kesungguhan hati yang
berseru kepada Allah.
Menurut Blaiklock, pemikiran pada ayat ini menyarankan
suatu nasihat bagi Timotius mengenai nafsu jasmaniah merajalela di kota Efesus.
Hal itu berpusat dalam penyembahan Artemis dengan “pelacuran suci”nya. Seorang
pemuda dapat saja tergoda. Sebab itu lahirlah nasihat Paulus sebagai bapa
rohaninya. Timotius telah dinasihati tentang dosa yang berhubungan dengan akal
pikiran. Paulus berpendapat tepatlah untuk menasihati dia tentang godaan
jasmani dan menganjurkan sifat-sifat yang terbit dari hati yang sudah berserah
kepada Kristus.
Menurut R. Budiman perumpamaan ini dimanfaatkan untuk
menerangkan hak Allah untuk menentukan Arah hidup Manusia, mendahului
perbuatan-perbuatan manusia itu, dan tujuan hidup manusia sudah ditentukan
mendahului segala kegiatannya. Tetapi ini tidak meniadakan tanggungjawab dan
prakarsa manusia, bahkan melalui kegiatan manusia penentuan ilahi itu untuk
menjadi kenyataan. Dan hal ini merupakan perpaduan antara pilihan Allah dan
tanggungjawab manusia.
H.
HAL- HAL
YANG MEMBANTU HAMBA TUHAN MENJADI BERGUNA
1. Mempunyai
titik pusat atau tujuan dalam kehidupan yang bersifat luhur dan sesuai ajaran
Tuhan (filipi 3:12-13) dan setelah itu harus juga setia (1 Tim 4:15).
Maka tujuan hamba Tuhan yang terbesar dan terbaik ialah apa yang dikehendaki
Kristus bagi dia untuk memperolehnya: meninggikan Yesus dan menyelamatkan jiwa.
Seorang ahli ilmu jiwa pernah berkata: apabila motif seseorang untuk
menyerahkan diri menjadi hamba Tuhan adalah sebagai kompensasi, demi memuaskan
keinginan menjadi pemimpin yang tidak diperoleh didalam dunia dan mengimbangi
perasaan bersalah dalam hati nurani, akibatnya ialah dirinya dijadikan sebagai
pusat dari tujuannya” dengan demikian ia tidak mungkin dapat memuliakan Allah.
Ia hanya hendak menarik perhatian orang dan meninggikan diri sendiri. Gereja
yang didirikannya adalah gereja alirannya sendiri, bukan milik Kristus, ini
merupakan bahaya yang besar yang mengakibatkan kegagalan.
2. Semata-mata
bersandar akan anugerah Allah untuk mengatasi segala kesulitan dan rintangan di
dalam kehidupannya. Dalam 1 Kor 15:10 paulus mengatakannya, sebaliknya tidak
akan kecewa dan tidak akan menghadapinya dengan cara manusia apabila ada
kesukaran (1 Kor 3:10). Selain paulus, rasul-rasul juga menganggap menanggung
aniaya saat mengabarkan injil adalah anugerah Allah, sehingga mereka dapat
mengucap syukur (1 Ptr 4:12-14). Bahkan waktu lemah, dihadapan tahta anugerah
Allah mereka mendapatkan pengasihan (Ibr 4:15-16).
3. Bertekad
menaati peraturan Tuhan
Hendaknya
senantiasa mengatakan ya terhadap kehendak Tuhan, karena Tuhan Yesus taat pada
kehendak Bapa (fil 2:8). Ia senantiasa menaati apa yang dikatakan Alkitab
tentang diriNya (Ibr 10:6-7). Jadi, harus mengerti kehendak Allah, bahwa
kehendak Tuhan itu tetap tidak berubah, maka dalam menaati kehendak Tuhan
jangan sembarangan berubah. Sebelum jelas juga jangan mengatakan inilah
kehendak Allah.
4. Doa
yang terlatih sebagai senjata
Bertekad
dengan doa mengalahkan kesukaran dan musuh bukan dengan perdebatan atau
kekuatiran. Contoh dalam Alkitab adalah Yakub (kej 32:24-26), habel (kej 4:10).
Doa adalah senjata peperangan rohani, bukan hiasan agama belaka. Oleh sebab itu
Paulus menyebut doa sebagai salah satu perlengkapan untuk peperangan rohani (Ef
6:16), Yesus juga memenangkan pergumulan yang paling dasyat melalui doa (Mat
26:36-46).
5. Giat
belajar dan melaksanakan Firman Tuhan
Yesus
sendiri Giat dalam belajar Firman Tuhan (Luk 2:46) sehingga yang dilakukanNya
menurut kebenaran dan kehendak Allah Bapa (Yoh 5:30). Paulus juga dipenuhi
firman kebenaran (kol 3:16). Melalui firman yang disampaikan orang mendengarkan
firman kebenaran. Hal-hal yang sukar di dalam Alkitab tidak boleh dijelaskan
secara paksa (2 Ptr 3:16), juga tidak perlu merasa malu karena tidak mengerti.
Adalah tidak benar bila untuk menutupi rasa malu kemudian membuat penjelasan
yang sembarangan. Kita harus mengakui, bahwa hikmat kita terbatas, pengalaman
kurang, perlu untuk merendahkan diri di dalam doa, memikirkan dan melaksanakan
firman Tuhan, sehingga suatu hari nanti kelak kita akan mengerti. Banyak
kebenaran dapat dimengerti setelah dilaksanakan, oleh karena itu kita harus
giat belajar dan melaksanakan firman kebenaran (Filipi 4:8-9).
6. Menganggap
jiwa-jiwa yang tersesat sebagai suatu hal yang sangat penting, sehingga dengan
segenap tenaga memberitakan Injil kehidupan, yaitu untuk memperoleh hidup,
memupuk hidup, dan memelihara hidup, sehingga bertumbuh menjadi hidup kristus.
Naskah kotbah kita jangan hanya didengar sebagai kotbah yang hebat, namun
Kristus yang hebat.
Bila
mau berhasil dalam memberitakan Firman Tuhan harus bersikap:
a. Menghadapi
orang yang akan binasa, beritakan berita hidup dan mati.
b. Mengenal
dengan jelas, bahwa hidup dan injil adalah yang paling suci dan penting,
sehingga pekerjaan ini harus dilaksanakan dengan segenap hati dan tenaga.
c. Dengan
tulus hati, penuh kesungguhan dan tekun.
7. Mempunyai
kepercayaan terhadap sendiri dan berharap akan hasilnya.
Allah
sendiri mengharapkan suatu hasil atas firman yang telah diucapkan (Yes 55:11).
Paulus juga percaya bahwa pekerjaan baik yang dilakukan Allah akan menggenapi
pekerjaan ini, apa yang difirmankan Tuhan pasti akan digenapi (Kis 27:26). Oleh
sebab itu ia mempunyai iman terhadap pekerjaan penginjilan, juga berharap akan
suatu hasil yang besar.
Seorang
ahli ilmu jiwa mengatakan, “bila seseorang tidak mempunyai kepercayaan dan harapan
akan pekerjaannya sendiri, ia sendiri telah menjadi perusak dan musuh yang
terbesar bagi pekerjaannya. Seumur hidup ia tidak akan sukses”. Yakobus
berkata, “seorang yang tidak beriman dan bimbang tidak akan mendapat apa-apa
(Yak 1:6-8). Oleh karena itu setiap kali kita ingin pergi bekerja atau
pelayanan, harus terlebih dahulu mempunyai iman dan pengharapan.
8. Harus
mendapat urapan Roh Kudus
Kita
harus dipenuhi Roh Kudus dan mendapat hikmat Roh Kudus, yaitu kuasa rohani.
Sejak dalam kandungan Maria, Tuhan Yesus telah dipenuhi Roh Kudus (Luk 1:35).
Tetapi ketika Ia keluar bekerja, masih memerlukan pengurapan Roh Kudus (Mat
3:16). Karunia dan kuasa rohani, adalah akibat pengurapan Roh Kudus. Jadi harus
menuntut dipenuhi dahulu baru karunia.
Ini
adalah pekerjaan Allah sendiri, setelah kita diurapi, kita akan mengerti
berbagai kebenaran (1 Yoh 2:20), juga dapat mengajar orang. Jikalau kita hidup
oleh Roh baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh (Gal 5:25).
Selain
itu untuk menjadi orang yang berguna pendeta juga harus mengenal diri sendiri.
Namun untuk mengenal diri pribadi ada beberapa syarat yang harus diterapkan
yaitu:
1. Kebijaksanaan
yang matang- yaitu ada keseimbangan di dalam pertumbuhan fisik dan mental, usia
fisik harus sesuai dengan usia mental.
2. Rendah
hati, menerima kritik dan pengajaran orang lain dan berani mengubahnya.
3. Dipenuhi
roh kudus, senantiasa di dalam persekutuan dengan Roh Kudus, menjadikan
kebenaran Alkitab sebagai sasaran tuntutannya (Yak 1: 22-24).
4. Usahakan
untuk intropeksi diri, belajar dari kesalahan.
Beberapa
macam pelayanan yang memungkinkan GEMBALA untuk bertahan:
Pertama,
pelayanan yang disertai karunia rohani. Tiga kali Paulus menunjuk kepada
perlengkapan rohani yang harus dimanfaatkan Timotius dalam pelayanannya (I Tim
1:18; II Tim 1:6). Sekali lagi Ia menunjukan bahwa tuntunan Roh Kudus merupakan
sumber daya vital dalam memungkinkan Timotius menunaikan Tugasnya. Kedua,
pelayanan itu haruslah ditandai kesalehan. Predikat utama yang diterapkan oleh
Paulus kepada Timotius ialah manusia Allah (I Tim 6:11; II Tim 3:17). Kesalehan
meringkaskan begitu banyak dari apa yang diharapkan dari dirinya. Ia harus
menggambarkan kesalehan itu dalam kemurnian perkataan dan kehidupannya (I Tim
4:12; II Tim 2:22), dalam kerajinannya untuk bekerja keras (I Tim 4:15), dalam
kepekaanya berhubungan dengan orang lain, dalam menghindari pencobaan-pencobaan
dalam pelayanan (I Tim 6:3-10) dan dalam kenyataan ia terus maju secara rohani
(I Tim 4:15). Kesalehan juga menjadi cirri dalam menangani guru-guru palsu. Ia
harus menangani mereka dengan sopan tapi tegas. Pada satu sisi, ia harus tegas
mempertahankan kebenaran. Apa yang diajarkannya sudah jelas dan tidak dapat
ditawar menawar ( I Tim 4:11; II Tim 3:14-16). Ia harus bertekad bulat dalam
penolakannya untuk tidak dialihkan oleh pertanyaan-pertanyaan yang menggelitik
secara mental, tetapi yang tidak ada gunanya secara rohani (I Tim 4:7; II Tim
2:16-18). Di sisi lain, ia harus waspada terhadap bahaya-bahaya yang muncul
karena usaha mempertahankan kebenaran. Ia harus memperlakukan lawannya dengan
lemah-lembut (I Tim 3:3; 6:11; II Tim 2:24). Kenyataannya bahwa ia benar
bukanlah alasan untuk bertindak kasar. Pola ajaran sehat harus dipertahankan,
tetapi ia harus dipertahankan dengan kasih (II Tim 1:13). Sangatlah mudah, baik
pada saat itu maupun sekarang, untuk memiliki berita yang benar, tetapi
meniadakan dampaknya karena berita itu diseberangkan dalam cara yang tidak
benar.
Ketiga, pandangan hakiki tentang pelayanan mengajar yang mengetahui apa
yang diajarkan. Bertentangan dengan mereka yang tidak tahu apa yang mereka
bicarakan (I Tim 1:7), Timotius harus pasti tentang apa yang ia bicarakan, apa
yang ia percaya dan kenapa ia mempercayainya (II Tim 2:2; 3:14-16). Inti
pelayanannya adalah mengajar, baik secara positif dalam menguraikan kebenaran
(I Tim 4:6,11,13) maupun secara negatif dalam menegur kesalahan (I Tim 5:20; II
Tim 4:2). Tiga cirri lain dari pelayanan mengajar ini juga menonjol, yaitu hal
mengajar yang dilaksanakan baik melalui teladan maupun perkataan (I Tim 4:12).
Hal yang harus diterapkan secara relevan kepada kelompok-kelompok sosial
tertentu dan tidak dibatasi pada prinsip-prinsip umum saja (I Tim 5:1-22).
Orang lain harus diikutserakan dalam mengajar.