Rabu, 20 November 2013

GEMBALA YANG BERGUNA BAGI TUHAN DAN SESAMA


GEMBALA YANG MENJADI BERGUNA BAGI TUHAN DAN SESAMA
A.    Hakikat penggembalaan

Istilah penggembalaan atau pastoral bisa mengacaukan kalau pemakaiannya itu hanya berdasarkan istilah gembala karena pada zaman sekarang ada bermacam-macam gembala. Ada gembala menjadi harimau, ada gembala yang money politic; baik itu dalam gereja maupun dalam ruang lingkup masyarakat lainnya.
Ada ungkapan inggris : The eyes of the master makes the hores fat. Maksud dari ungkapan ini adalah betapa pentingnya pengamatan pemimpin itu untuk memajukan yang lain oleh karena kasih. Dalam kaitan penggembalaan, kasih dari gembala membuat dia proaktif melakukan hal-hal yang bersifat penggembalaan atau pastoral. Justru inilah yang langka di Indonesia. Penggembalaan itu sering dilihat bersifat kejam atau bersifat peraturan-peraturan, padahal gembala harus mengayomi karena kasih. Hamper dapat dikatakan tidak ada satupun pemimpin yang jujur. Istilah pengembalaan itu juga sudah disamarkan oleh keadaan sekarang. (penggembalaan hal-hal yang pastoral;pdt Dr EP Gintings; jurnal info media, bandung, 2008 hal 11).
Dari sudut praktis pengembalaan yang kita bicarakan ialah seelsorge (Belanda), atau zielzorg (Jerman), atau pastoral care (Inggris) atau istilah Yunani Poimen yaitu pelayanan pengembalaan secara umum yang mencakup kehadiran, mendengar kehangatan, dan dukungan praktis dari gembala terhadap warga jemaat. Istilah Seelsorge tidak pernah disamarkan. Seel artinya nous atau jiwa, Sorge artinya pengurusan yang selalu dalam arti positif yang tidak bisa diselewengkan oleh keadaan sekarang. Jiwa selalu dalam arti inti keutuhan manusia yang bersifat holistik. Gembala yang memelihara, merawat, dan membimbing kawanan domba. Jadi istilah penggembalaan berarti hal-hal yang berhubungan dengan tugas-tugas gembala atau perihal menggembalakan.
B.     FONDASI TEOLOGIA PENGGEMBALAAN
Penggembalaan adalah bagian integral dari teologis praktis. Melalui pelayanan penggembalaan orang-orang kudus kepunyaan Allah menerima pengajaran Firman Allah dalam arti luas agar mereka diperlengkapi, dibimbing, dan didampingi dengan hal-hal yang bersifat pastoral dan hidup sesuai dengan kehendak Tuhan menyangkut pribadi, keluarga, dan sebagai warga jemaat (Yoh 10, Mat 28:19, Ef 4:11, 2 Timotius, Rom 12:1-8). Fondasi teologis dari penggembalaan adalah Allah sebagai gembala, Yesus sebagai Gembala yang baik, gereja sebagai gembala dan orang percaya sebagai gembala bagi sesamanya.
C.     PANGGILAN MENJADI GEMBALA
Tugas utama gembala adalah mengurus jiwa manusia dalam arti manusia seutuhnya. Manusia selalu dilihat sebagai manusia seutuhnya dengan lima bidang gerak hidup manusia yaitu gerak hidup rohani, pikiran, emosi, kemauan, fisik, dan kelima bidang ini saling mempengaruhi dan rohani sebagai intinya. Penggembalaaan atau pastoral care adalah gembala yang mau memperdulikan, mau mengurus orang lain, gembala yang memperdulikan orang lain bukan berarti gembala yang ketinggalan zaman disbanding dengan gembala-gembala yang mencari uang (Mat 6:33).
Seperti sudah disebut sebelumnya, kemungkinan melakukan penggembalaan selalu berdasarkan panggilan Allah sendiri menjadi gembala. Seorang gembala hanya oleh karena pemilihan Allah (vocation interna) dan juga menurut gereja dan denominasi tertentu (vocation externa). Banyak istilah yang dipakai dalam Alkitab untuk menerangkan orang-orang yang bertanggungjawab dalam pelayannya baik dalam zaman PL (Orang Israel) dan zaman PB (Yesus Kristus) ataupun zaman sesudah itu. Dalam PL Panggilan sebutan; nabi, raja, hakim, penjaga, gembala yang berfungsi mengarahkan bangsa Israel agar hidup lebih baik. Allah diimani sebagai gembala (kej 49:24, Maz 23). Pada zaman Yesus dan sesudahnya sebutan-sebutan murid-murid, rasul, guru, penilik (overseer), gembala (pastor), semuanya dilihat dari segi gembalanya, namun mereka berbeda  sesuai dengan kondisi cirri khas mereka. Kita menyebut namanya sebagai gembala itu akan menjadi baik (sukses) jika orang yang melaksanakannya itu baik sesuai dengan nama yang di emban.

D.    KUALIFIKASI SEORANG GEMBALA
Dasar kualifikasi dalam Alkitab diambil dari I Timotius 3:1-7; Titus 1:6-9. Dalam mempertimbangkan seorang untuk menjadi gembala atau pendeta  harus ditinjau dari vocation interna dan vocation externa. Jika ada seorang gembala yang tidak memenuhi kualifikasi-kualifikasi menjadi gembala, tidaklah berarti bahwa ia tidak boleh berpartisipasi dalam pelayanan gereja termasuk penggembalaan, karena pada prinsipnya semua orang percaya juga harus aktif menggembalakan sesamanya (Mat 18:15-20) karena Tuhan memberikan karunia atau talenta bagi setiap orang percaya.
Adapun kualifikasi-kualifikasi seorang gembala adalah:
1.      Memiliki kerinduan untuk melayani dan kepekaan terhadap panggilan Allah (1 Tim 1:12).
2.      Tidak bercacat cela, suami dari satu istri, dapat menahan diri, bijaksana (self control), sopan (respectable), suka memberi tumpangan, cakap mengajar (1 Tim 3:2).
3.      Bukan peminum, bukan pemarah tapi peramah, bukan hamba uang (1 Tim 3:3).
4.      Kepala keluarga yang baik (3:4), harus punya nama baik (3:7), dll.

E.     BAHAYA-BAHAYA DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER GEMBALA
Secara signifikan peringatan yang diberikan kepada para gembala (pendeta atau pastor) sangat jelas diwaspadai sebagai berikut:
1.      Menjauhkan diri dari cinta akan uang (kel 18:21, 1 Tim 6:10-11, 1 Ptr 5:2).
2.      Menjauhkan diri dari immoraliatas dan keinginan-keinginan jahat (2 Tim 2:22).
3.      Menjauhkan diri dari perkara yang sia-sia (2 Tim 2:23).
4.      Jangan mengabaikan karunia rohani dalam arti luas (1 Tim 4:13; 1 Tim 1:3-4).
5.      Jangan tinggi hati (1 Ptr 5:3-4), jangan mempromosikan diri sendiri tapi Kristus (2 kor 4:3-6).
6.      Jangan mengandalkan usaha sendiri (2 kor 3:4-5, 1 kor 2:1-5).
7.      Jangan sombong ( 1 kor 10:11-13), tidak sesat tentang pengajaran dalam kotbah, ajaran (2 Tim 2:16).
8.      Jangan menimbulkan kekacauan atau perpecahan dalam gereja (2 Tim 2:23-25), dll

Selain hal- hal di atas kita dapat belajar dari Dr. Peter wongso mengenai bahaya yang mengubah karakter gembala dan hamba Tuhan.
A.    Profesionalisme
Seorang pendeta berkata” seorang hamba Tuhan akan menghadapi suatu kenyataan yang menakutkan. Ketika ia sibuk melakukan pekerjaan Tuhan atau sering masuk ke tempat “suci” maka perasaan kesuciannya makin lama makin hilang. Mereka seringkali sibuk dengan perkara rohani, tetapi mereka sendiri tidak rohani. Mereka seperti rambu-rambu lalu lintas yang bisa menunjukan jalan tetapi tidak bergerak untuk melaksanakannya. Mereka adalah batu petunjuk jalan (mati) tidak sebagai orang yang menunjukkan jalan, tahu bagaimana menunjukan kepada orang lain jalan yang patut diturut, tetapi mereka tidak menempatkan diri di jalan itu. Pada saat ia membaca Alkitab ia tidak menggali sendiri untuk makanan rohaninya, tujuannya membaca Alkitab hanya untuk menyiapkan sebuah naskah kotbah. Doanya dihadapan umum dengan kata-kata yang tersusun rapi tetapi pada waktu tidak dilihat orang, ia tidak berdoa dan sembarangan berdoa, atau berdoa tetapi tidak mempercayai apa yang ia doakan. Terhadap pendeta semacam ini Tuhan telah berfirman supaya mereka bertobat, bila tidak ia akan dibuang.
, tahu bagaimana  menunjukan kepada orang lain jalan yang patut
diturut, tetapi mereka tidak menempatkan diri di jalan itu. Pada saat ia membaca Alkitab ia tidak menggali sendiri untuk makanan rohaninya, tujuannya membaca Alkitab hanya untuk menyiapkan sebuah naskah kotbah. Doanya dihadapan umum dengan kata-kata yang tersusun rapi tetapi pada waktu tidak dilihat orang, ia tidak berdoa dan sembarangan berdoa, atau berdoa tetapi tidak mempercayai apa yang ia doakan. Terhadap pendeta semacam ini Tuhan telah berfirman supaya mereka bertobat, bila tidak ia akan dibuang.
B.     Congkak
Di dalam hati ada kecongkakan (merasa pengetahuan rohaninya sangat luas atau lebih berbakat daripada orang lain). Sehingga pada waktu berdoa, berkotbah atau bercakap-cakap sering mengucap kata-kata yang merendahkan atau menegur orang lain.
C.     Dengki
Merasa tidak puas, tidak senang, tidak dapat bersukacita dengan orang yang bersukacita, ketika melihat orang lain diberkati atau lebih baik.
D.    Mengasihi diri sendiri
Dalam menganalisis pendeta-pendeta yang mengasihani diri sendiri, Pdt Steward berkata: pekerjaan yang terlalu menggunakan pikiran dapat menjadi seseorang kehilangan tekad dan semangat. Terlebih lagi ketika tidak melihat hasil dari pekerjaannya atau terkena godaan kenamaan dunia atau selalu menjadi bawahan atau merasa kesepian, semua ini dapat menjadikan orang tersebut mengasihani diri sendiri.
E.     Uang
v  Penyebab krisis atau masalah
1.      Menuntut kesenangan dan kenikmatan jasmani, menuntut kemuliaan yang fana.
2.      Tidak dapat mengatur keuangannya dengan baik. Tidak memperhitungkan berapa pemasukan dan pengeluarannya, tidak mau membuat anggaran terlebih dahulu.
3.      Tekanan keluarga, istri memboroskan uang dengan hal-hal yang mewah
4.      Sembarangan meminjam uang namun tidak bertanggungjawab.
v  Cara mengatasi
1.      Harus memisahkan keuangan umum dan uang pribadi.
2.      Membuat laporan keuangan bulanan, serta harus ada kwitansi sebagai panduan.
3.      Tidak boleh memalsukan laporan keuangan serta bertanggungjawab pada Tuhan dan pada sesama.
F.      Hubungan antara Pria dan wanita
v  Penyebab kegagalan adalah: sering berhubungan dengan orang berlawan jenis, memberi kesempatan untuk tergoda, kurang memiliki kemampuan untuk menahan diri, tidak mengetahui kerusakan dan kemunafikan manusia, berduan terus serta rasa percaya diri terlalu kuat.
v  Cara menahan diri adalah: memelihara jarak dengan lawan jenisnya, tidak boleh berduaan dalam jangka waktu yang panjang, tidak boleh sembarangan menerima hadiah, tidak boleh sendirian mengadakan perkunjungan, dan harus senantiasa memohon pertolongan Tuhan memelihara dan menyelidiki orang menyalibkan hawa nafsu.
Menurut Michael mengenai hal ini sehubungan dengan tugas gembala sebagai pengkotbah, beberapa hal yang membuat kasih seorang gembala menjadi pudar terhadap Tuhan dan sesama, sehingga menjadi bahaya bagi diri sendiri dan orang lain.
a.       Keinginan Daging: yang menjadi pokok permasalahan bukan saja keinginan daging untuk hawa nafsu, melainkan juga pengkotbah menerima kemuliaan untuk dirinya sendiri dan bukan untuk Allah. Pengkotbah yang berhasil semuanya karena kuasa Tuhan dan pertolongan dan Roh kudus. Kerap kali pendeta mengatakan “puji Tuhan ini untuk kemuliaan Tuhan”, sesungguhnya yang mengetahui ucapan itu adalah pribadi seseorang dan Tuhan, apakah ia bersungguh hati mengatakannya.
b.      Keinginan mata: keinginan mata ini menyangkut tentang pendeta yang keinginan matanya berhubungan dengan seksual, finansial, pujian orang lain, dll.
c.       Keangkuhan hidup: ketika sudah menjadi mapan seorang gembala akan merasa sombong. Pelayan Tuhan tidak terpanggil karena ia “besar”, tetapi karena ia dikuatkan dan dibesarkan oleh Tuhan. bagaimanapun, kerendahan hati pengkotbahlah yang memungkinkan kesuksesannya.

G.    TEKAD SEORANG PENGGEMBALA “UNTUK MENJADI ORANG YANG BERGUNA BAGI TUHAN  DAN  SESAMA II Timotius 2: 22
            Setiap rumah dilengkapi dengan berbagai perabot yang dibagi dengan perabot yang dari emas dan perak untuk keperluan mulia dan yang terbuat kayu untuk keperluan yang kurang mulia. Hal ini sepertinya mengarah pada pengajar yang benar dan yang palsu. Rumah ini digambarkan sebagai rumah Allah. Hal yang mengenai seseorang menyucikan dirinya diperluas menjadi tiga ungkapan yaitu dikuduskan (dikhususkan secara permanen), layak untuk dipakai (melayani) tuannya, dan disediakan untuk pekerjaan yang mulia. Tidak ada kehormatan yang lebih tinggi yang dapat dibayangkan daripada menjadi alat dalam tangan Yesus, selalu tersedia bagi dia untuk kelanjutan maksud-maksudNya, selalu siap pakai setiap kali ia dibutuhkan bagi pelayananNya. Tuan rumah itu hanya mengajukan suatu syarat perabot yang dipakainya itu harus bersih, yang dituntut yaitu penyucian diri.
            Dalam terjemahan RSV Apo Touton tidak diterjemahkan dengan “dari hal-hal yang jahat” melainkan dari yang hina, yang dimaksud perabot yang hina. Namun sebenarnya hal ini menyangkut supaya kita menjauhi pengajar-pengajar palsu seperti Himeneus dan Fletus yang menolak beberapa dasar injil (I Tim 1:19-20) dan telah mencampurkan hati nurani mereka, sehingga terjerumus dalam kejahatan, yang dijahui bukan saja kontak dengan mereka tetapi juga dari kekeliruan mereka dan kejahatan mereka yaitu kemurnian dalam ajaran mereka dan kemurnian dalam kehidupan mereka, sehingga dengan menjahui itu dapat dipakai sebagai alat Kristus.
Yang paling dititik beratkan dalam Alkitab ialah bahwa Allah memilih perabot yang bersih itu untuk dipakai, jelaslah bahwa dalam peringatan Paulus kepada Timotius, Timotius harus menyucikan diriNya supaya berguna untuk Tuhan dan sesama. Seruan tegas Paulus dikatakan sebagai positif dan negatif. Dikatakan negatif, ia harus menjahui nafsu muda, hal ini tidak boleh diartikan sebagai eklusif sebagai nafsu seksual belaka, melainkan mencakup juga kecongkakan dan kecenderungan memanjakan diri sendiri, egois, keras kepala, kesombongan dll. Dikatakan positif bahwa Timotius harus mengejar 4 ciri khas orang kristen yaitu keadilan, kesetiaan, kasih dan damai dan mengejar ini dalam persekutuan kelompok orang baik, kelompok mereka yang mau hidup dekat kepada Tuhan dengan hati yang murni. Artinya, mereka yang sama seperti Timotius haus akan keadilan dan yang dengan kesungguhan hati yang berseru kepada Allah.
Menurut Blaiklock, pemikiran pada ayat ini menyarankan suatu nasihat bagi Timotius mengenai nafsu jasmaniah merajalela di kota Efesus. Hal itu berpusat dalam penyembahan Artemis dengan “pelacuran suci”nya. Seorang pemuda dapat saja tergoda. Sebab itu lahirlah nasihat Paulus sebagai bapa rohaninya. Timotius telah dinasihati tentang dosa yang berhubungan dengan akal pikiran. Paulus berpendapat tepatlah untuk menasihati dia tentang godaan jasmani dan menganjurkan sifat-sifat yang terbit dari hati yang sudah berserah kepada Kristus.
Menurut R. Budiman perumpamaan ini dimanfaatkan untuk menerangkan hak Allah untuk menentukan Arah hidup Manusia, mendahului perbuatan-perbuatan manusia itu, dan tujuan hidup manusia sudah ditentukan mendahului segala kegiatannya. Tetapi ini tidak meniadakan tanggungjawab dan prakarsa manusia, bahkan melalui kegiatan manusia penentuan ilahi itu untuk menjadi kenyataan. Dan hal ini merupakan perpaduan antara pilihan Allah dan tanggungjawab manusia.
H.    HAL- HAL YANG MEMBANTU HAMBA TUHAN MENJADI BERGUNA
1.      Mempunyai titik pusat atau tujuan dalam kehidupan yang bersifat luhur dan sesuai ajaran Tuhan (filipi 3:12-13) dan setelah itu harus juga setia (1 Tim 4:15). Maka tujuan hamba Tuhan yang terbesar dan terbaik ialah apa yang dikehendaki Kristus bagi dia untuk memperolehnya: meninggikan Yesus dan menyelamatkan jiwa. Seorang ahli ilmu jiwa pernah berkata: apabila motif seseorang untuk menyerahkan diri menjadi hamba Tuhan adalah sebagai kompensasi, demi memuaskan keinginan menjadi pemimpin yang tidak diperoleh didalam dunia dan mengimbangi perasaan bersalah dalam hati nurani, akibatnya ialah dirinya dijadikan sebagai pusat dari tujuannya” dengan demikian ia tidak mungkin dapat memuliakan Allah. Ia hanya hendak menarik perhatian orang dan meninggikan diri sendiri. Gereja yang didirikannya adalah gereja alirannya sendiri, bukan milik Kristus, ini merupakan bahaya yang besar yang mengakibatkan kegagalan.
2.      Semata-mata bersandar akan anugerah Allah untuk mengatasi segala kesulitan dan rintangan di dalam kehidupannya. Dalam 1 Kor 15:10 paulus mengatakannya, sebaliknya tidak akan kecewa dan tidak akan menghadapinya dengan cara manusia apabila ada kesukaran (1 Kor 3:10). Selain paulus, rasul-rasul juga menganggap menanggung aniaya saat mengabarkan injil adalah anugerah Allah, sehingga mereka dapat mengucap syukur (1 Ptr 4:12-14). Bahkan waktu lemah, dihadapan tahta anugerah Allah mereka mendapatkan pengasihan (Ibr 4:15-16).
3.      Bertekad menaati peraturan Tuhan
Hendaknya senantiasa mengatakan ya terhadap kehendak Tuhan, karena Tuhan Yesus taat pada kehendak Bapa (fil 2:8). Ia senantiasa menaati apa yang dikatakan Alkitab tentang diriNya (Ibr 10:6-7). Jadi, harus mengerti kehendak Allah, bahwa kehendak Tuhan itu tetap tidak berubah, maka dalam menaati kehendak Tuhan jangan sembarangan berubah. Sebelum jelas juga jangan mengatakan inilah kehendak Allah.
4.      Doa yang terlatih sebagai senjata
Bertekad dengan doa mengalahkan kesukaran dan musuh bukan dengan perdebatan atau kekuatiran. Contoh dalam Alkitab adalah Yakub (kej 32:24-26), habel (kej 4:10). Doa adalah senjata peperangan rohani, bukan hiasan agama belaka. Oleh sebab itu Paulus menyebut doa sebagai salah satu perlengkapan untuk peperangan rohani (Ef 6:16), Yesus juga memenangkan pergumulan yang paling dasyat melalui doa (Mat 26:36-46).
5.      Giat belajar dan melaksanakan Firman Tuhan
Yesus sendiri Giat dalam belajar Firman Tuhan (Luk 2:46) sehingga yang dilakukanNya menurut kebenaran dan kehendak Allah Bapa (Yoh 5:30). Paulus juga dipenuhi firman kebenaran (kol 3:16). Melalui firman yang disampaikan orang mendengarkan firman kebenaran. Hal-hal yang sukar di dalam Alkitab tidak boleh dijelaskan secara paksa (2 Ptr 3:16), juga tidak perlu merasa malu karena tidak mengerti. Adalah tidak benar bila untuk menutupi rasa malu kemudian membuat penjelasan yang sembarangan. Kita harus mengakui, bahwa hikmat kita terbatas, pengalaman kurang, perlu untuk merendahkan diri di dalam doa, memikirkan dan melaksanakan firman Tuhan, sehingga suatu hari nanti kelak kita akan mengerti. Banyak kebenaran dapat dimengerti setelah dilaksanakan, oleh karena itu kita harus giat belajar dan melaksanakan firman kebenaran (Filipi 4:8-9).
6.      Menganggap jiwa-jiwa yang tersesat sebagai suatu hal yang sangat penting, sehingga dengan segenap tenaga memberitakan Injil kehidupan, yaitu untuk memperoleh hidup, memupuk hidup, dan memelihara hidup, sehingga bertumbuh menjadi hidup kristus. Naskah kotbah kita jangan hanya didengar sebagai kotbah yang hebat, namun Kristus yang hebat.

Bila mau berhasil dalam memberitakan Firman Tuhan harus bersikap:
a.       Menghadapi orang yang akan binasa, beritakan berita hidup dan mati.
b.      Mengenal dengan jelas, bahwa hidup dan injil adalah yang paling suci dan penting, sehingga pekerjaan ini harus dilaksanakan dengan segenap hati dan tenaga.
c.       Dengan tulus hati, penuh kesungguhan dan tekun.
7.      Mempunyai kepercayaan terhadap sendiri dan berharap akan hasilnya.
Allah sendiri mengharapkan suatu hasil atas firman yang telah diucapkan (Yes 55:11). Paulus juga percaya bahwa pekerjaan baik yang dilakukan Allah akan menggenapi pekerjaan ini, apa yang difirmankan Tuhan pasti akan digenapi (Kis 27:26). Oleh sebab itu ia mempunyai iman terhadap pekerjaan penginjilan, juga berharap akan suatu hasil yang besar.
Seorang ahli ilmu jiwa mengatakan, “bila seseorang tidak mempunyai kepercayaan dan harapan akan pekerjaannya sendiri, ia sendiri telah menjadi perusak dan musuh yang terbesar bagi pekerjaannya. Seumur hidup ia tidak akan sukses”. Yakobus berkata, “seorang yang tidak beriman dan bimbang tidak akan mendapat apa-apa (Yak 1:6-8). Oleh karena itu setiap kali kita ingin pergi bekerja atau pelayanan, harus terlebih dahulu mempunyai iman dan pengharapan.
8.      Harus mendapat urapan Roh Kudus
Kita harus dipenuhi Roh Kudus dan mendapat hikmat Roh Kudus, yaitu kuasa rohani. Sejak dalam kandungan Maria, Tuhan Yesus telah dipenuhi Roh Kudus (Luk 1:35). Tetapi ketika Ia keluar bekerja, masih memerlukan pengurapan Roh Kudus (Mat 3:16). Karunia dan kuasa rohani, adalah akibat pengurapan Roh Kudus. Jadi harus menuntut dipenuhi dahulu baru karunia.
Ini adalah pekerjaan Allah sendiri, setelah kita diurapi, kita akan mengerti berbagai kebenaran (1 Yoh 2:20), juga dapat mengajar orang. Jikalau kita hidup oleh Roh baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh (Gal 5:25).
Selain itu untuk menjadi orang yang berguna pendeta juga harus mengenal diri sendiri. Namun untuk mengenal diri pribadi ada beberapa syarat yang harus diterapkan yaitu:
1.      Kebijaksanaan yang matang- yaitu ada keseimbangan di dalam pertumbuhan fisik dan mental, usia fisik harus sesuai dengan usia mental.
2.      Rendah hati, menerima kritik dan pengajaran orang lain dan berani mengubahnya.
3.      Dipenuhi roh kudus, senantiasa di dalam persekutuan dengan Roh Kudus, menjadikan kebenaran Alkitab sebagai sasaran tuntutannya (Yak 1: 22-24).
4.      Usahakan untuk intropeksi diri, belajar dari kesalahan.
Beberapa macam pelayanan yang memungkinkan  GEMBALA untuk bertahan:
Pertama, pelayanan yang disertai karunia rohani. Tiga kali Paulus menunjuk kepada perlengkapan rohani yang harus dimanfaatkan Timotius dalam pelayanannya (I Tim 1:18; II Tim 1:6). Sekali lagi Ia menunjukan bahwa tuntunan Roh Kudus merupakan sumber daya vital dalam memungkinkan Timotius menunaikan Tugasnya. Kedua, pelayanan itu haruslah ditandai kesalehan. Predikat utama yang diterapkan oleh Paulus kepada Timotius ialah manusia Allah (I Tim 6:11; II Tim 3:17). Kesalehan meringkaskan begitu banyak dari apa yang diharapkan dari dirinya. Ia harus menggambarkan kesalehan itu dalam kemurnian perkataan dan kehidupannya (I Tim 4:12; II Tim 2:22), dalam kerajinannya untuk bekerja keras (I Tim 4:15), dalam kepekaanya berhubungan dengan orang lain, dalam menghindari pencobaan-pencobaan dalam pelayanan (I Tim 6:3-10) dan dalam kenyataan ia terus maju secara rohani (I Tim 4:15). Kesalehan juga menjadi cirri dalam menangani guru-guru palsu. Ia harus menangani mereka dengan sopan tapi tegas. Pada satu sisi, ia harus tegas mempertahankan kebenaran. Apa yang diajarkannya sudah jelas dan tidak dapat ditawar menawar ( I Tim 4:11; II Tim 3:14-16). Ia harus bertekad bulat dalam penolakannya untuk tidak dialihkan oleh pertanyaan-pertanyaan yang menggelitik secara mental, tetapi yang tidak ada gunanya secara rohani (I Tim 4:7; II Tim 2:16-18). Di sisi lain, ia harus waspada terhadap bahaya-bahaya yang muncul karena usaha mempertahankan kebenaran. Ia harus memperlakukan lawannya dengan lemah-lembut (I Tim 3:3; 6:11; II Tim 2:24). Kenyataannya bahwa ia benar bukanlah alasan untuk bertindak kasar. Pola ajaran sehat harus dipertahankan, tetapi ia harus dipertahankan dengan kasih (II Tim 1:13). Sangatlah mudah, baik pada saat itu maupun sekarang, untuk memiliki berita yang benar, tetapi meniadakan dampaknya karena berita itu diseberangkan dalam cara yang tidak benar. Ketiga, pandangan hakiki tentang pelayanan mengajar yang mengetahui apa yang diajarkan. Bertentangan dengan mereka yang tidak tahu apa yang mereka bicarakan (I Tim 1:7), Timotius harus pasti tentang apa yang ia bicarakan, apa yang ia percaya dan kenapa ia mempercayainya (II Tim 2:2; 3:14-16). Inti pelayanannya adalah mengajar, baik secara positif dalam menguraikan kebenaran (I Tim 4:6,11,13) maupun secara negatif dalam menegur kesalahan (I Tim 5:20; II Tim 4:2). Tiga cirri lain dari pelayanan mengajar ini juga menonjol, yaitu hal mengajar yang dilaksanakan baik melalui teladan maupun perkataan (I Tim 4:12). Hal yang harus diterapkan secara relevan kepada kelompok-kelompok sosial tertentu dan tidak dibatasi pada prinsip-prinsip umum saja (I Tim 5:1-22). Orang lain harus diikutserakan dalam mengajar.